MR.BULE
Selasa, 05 Januari 2010 . 0 word(s) .
Cerpen
MR. BULE
“Ayo, sekarang kita akan masuk ke daerah Kraton Jogja. Yang mau salat disiapin alat-alatnya.” Seru si pemandu wisata bus yang berisi siswa-siswi sebuah sekolah menengah negeri. Dan salah satunya adalah, Dinda. Cewek berwajah manis yang terlihat sedikit bete itu.
“Ssssttt! Jangan bete gitu dong, Din. Ntar lo kesambet lagi di kraton.” Ledek Fian yang duduk disamping Dinda.
“Biarin.” Jawab Dinda sambil membuang mukanya ke arah jendela disamping kirinya.
Lagian, dari tadi bukannya istirahat dulu malah jalan mulu. Pegel tahu! Gerutu Dinda dalam hati.
Dinda melihat-lihat keluar jendela. Dari pada suntuk liat pemandangan itu-itu aja didalam bus mereka. Tiba-tiba, wajah Dinda berubah menjadi sumringah dan tersenyum-senyum sendiri. Fian yang duduk disamping Dinda pun heran.
“Din, lo kenapa?” tanya Fian sambil menutup majalahnya. Bus itu pun berbelok mengikuti jalan menuju Kraton Jogja di alun-alun utara kota gudek itu.
“Hehe, dari tadi gini kenapa sih.” Gumam Dinda.
“Hallo?? Dinda?” Fian melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Dinda.
“Eh, iya Fi.” Akhirnya Dinda sadar juga dari lamunannya.
“Lo kenapa kok tiba-tiba senyam-senyum gitu? Apa ada setan yang masuk iya?” tanya Fian yang buat Dinda ketawa.
“Ya nggak lah Fian. Lo ada-ada aja deh.” Jawab Dinda disela-sela tawanya sambil geleng-geleng.
“Terus?” Fian sambil masang wajah nyerah gitu ke Dinda.
“Ada bule cakep lewat. Pokoknya mukanya itu indo banget. Ganteng dah! Kayak Mischa.” Dinda langsung nyerocos aja pas ditanya sama Fian.
“Ah, nggak seru lo. Doyannya bule. Gue mah kagak. Sorry aja ya.” Fian sambil membaca majalah yang dibelinya pas berhenti sarapan tadi di daerah Solo.
Dinda hanya dapat diam sambil memandang kosong ke arah luar jendela. Mana tahu si Mr. Bule lewat lagi gitu. Dinda pun akhirnya mengikuti semua teman-temannya. Maklum, mereka sekarang udah sampe di Kraton Jogja. Dinda turun setelah Fian yang dari tadi sibuk nyari cardigansnya. Kata dia sih di luar lagi panas, ntar takut hitam.
“Din, lo tadi nggak ngambil tiket buat kamera digital lo?” tanya Fian ke Dinda sambil berjalan mengikuti tour guide lokal mereka.
“Nggak. Uang seribu itu bisa buat bayar parkir.” Jawab Dinda sambil menjepretkan kameranya ke sudut kraton itu.
“Dasar lo, Din. Apa-apa nggak mau ambil ruginya.” Protes Fian.
“Ye...dimana-mana itu ambil untung, bukan rugi. Artis aja namanya Arie Untung, bukan Arie Rugi.” Sela Dinda sambil sedikit tertawa.
“Whatever!” lalu Fian gabung sama anak-anak lain.
“Yah, ngambek.” Kata Dinda sambil menyusul rombongan dari sekolahnya.
Setelah mereka dijelasin satu persatu tentang kraton, akhirnya boleh foto-foto juga. Dinda dan Fian yang emang hobi foto-foto langsung ambil ancang-ancanh pose-pose, dan kamera siap membidik mereka. Tiba-tiba, seseorang menabrak Dinda dari belakang, yang buat Dinda mau nggak mau harus berbalik juga melihat siapa orang itu.
“Sorry.” Seru cowok bule yang tadi dilihat Dinda.
“Oh, ya. No problem.” Jawab Dinda sambil menatap bule itu.
Dinda menatap bule itu sampai bule itu menghilang dari hadapannya. Teman-temannya yang menyadari kejadian itu langsung nyamperin Dinda. Dinda sih nggak mau komen (kayak artis aja).
* * *
“Fi, beli es cendol yuk!” ajak Dinda sambil menggeret Fian.
“Mang! Cendolnya 2 ya!” teriak Dinda diantara teman-temannya yang ikut ngantri beli cendol itu.
Dinda diam-diam mengeluarkan kamera digitalnya dan memotret ke sebuah sudut halaman kraton itu. Nggak lama, pesanan mereka jadi juga. Dinda langsung bayar es itu dan cabut dari tempat itu.
“Din, kok lo tumben sih ngajak gue cepet-cepet gini. Biasanya kan lo yang ngebet pengen belanja inilah, itulah.” Fian sambil mengimbangi Dinda menuju Bus mereka yang diparkir agak jauh dari pintu masuk.
“Gue lagi tobat.” Jawab Dinda singkat. Fian hanya diam mendengar jawaban temannya itu.
* * *
Bus mereka memasuki areal malioboro. Tempat yang sangat terkenal di Jogja itu dengan wisata belanjanya. Dinda mengeluarkan dompetnya dan mulai menghitung uangnya yang tersisa.
“Baik, sekarang kita akan ke malioboro. Dan tolong diingat kita parkir di jalan Abu Bakar Ali.” Ingat pemandu tur mereka.
Dinda memasukan dompetnya lagi kedalam tasnya dan berdiri untuk mengantri keluar dari dalam bus dan biar cepet ke malioboronya. Dinda dan Fian langsung menuju jalan Malioboro yang udah padat banget. yap, malam ini adalah malam tahun baru. So, nggak salah kalo jalan Malioboro sekarang padat banget, lebih padet dari jalan-jalan yang lain mungkin.
“Din, lo beneran mau belanaja lagi?” tanya Fian sambil mengikuti Dinda yang asyik menerobos padatnya pengunjung di Malioboro.
“Yakin lah.” Jawab Dinda.
“Tapi jangan lama-lama. Gue udah gak tahan nih, Din.” Sahut Fian.
“Tenang aja, Fi.” Dinda lalu berbelok ke sebuah lapak pedagang aksesoris seperti gelang dan sebagainya.
* * *
Dinda dan Fian berjalan menyusuri jalan Abu Bakar Ali mencari bus mereka. Fian yang udah nggak ketahan dia langsung aja ninggalin Dinda sendiri dibelakang. Dinda berjalan pelan sambil mengecek barang belanjaannya tadi.
Dinda yang lagi asyik menjadi shopaholic dadakan dan melihat-lihat hasil buruannya tadi. Dinda sih puas aja melihat pilihannya tadi. Tiba-tiba langkahnya berhenti ketika melihat ada sepasang kaki dihadapannya.
“Sorry, kamu perempuan yang tadi di kraton kan?” tanya orang itu dengan bahasa Indonesia yang nggak ada cacat sama sekali.
“Ya.” jawab Dinda sambil melihat siapa orang itu. Dinda kaget sekali ketika melihat orang itu ternyata bule tadi.
“Maaf ya buat yang tadi. Aku Daniel.” Bule itu sambil menyodorkan tangannya tanda berjabat tangan.
“Aku Dinda.” Dinda membalas uluran tangan bule itu.
Terdengar suara gaduh dari belakang mereka, dan diantara teman-teman Dinda terlihat Fian yang cengengesan melihat keberuntungan temannya itu. Ternyata semua isi bus melihat kejadian itu (pendamping mereka untungnya nggak lihat). Wajah Dinda langsung memerah semerah baju yang dikenakannya saat itu. Dinda pun mengajak Daniel untuk berkenalan dengan teman-temannya. Dan mungkin itu pertama kalinya buat Dinda mendapat kemanjuan berlipat ganda dalam satu hari.
040110
MR. BULE
“Ayo, sekarang kita akan masuk ke daerah Kraton Jogja. Yang mau salat disiapin alat-alatnya.” Seru si pemandu wisata bus yang berisi siswa-siswi sebuah sekolah menengah negeri. Dan salah satunya adalah, Dinda. Cewek berwajah manis yang terlihat sedikit bete itu.
“Ssssttt! Jangan bete gitu dong, Din. Ntar lo kesambet lagi di kraton.” Ledek Fian yang duduk disamping Dinda.
“Biarin.” Jawab Dinda sambil membuang mukanya ke arah jendela disamping kirinya.
Lagian, dari tadi bukannya istirahat dulu malah jalan mulu. Pegel tahu! Gerutu Dinda dalam hati.
Dinda melihat-lihat keluar jendela. Dari pada suntuk liat pemandangan itu-itu aja didalam bus mereka. Tiba-tiba, wajah Dinda berubah menjadi sumringah dan tersenyum-senyum sendiri. Fian yang duduk disamping Dinda pun heran.
“Din, lo kenapa?” tanya Fian sambil menutup majalahnya. Bus itu pun berbelok mengikuti jalan menuju Kraton Jogja di alun-alun utara kota gudek itu.
“Hehe, dari tadi gini kenapa sih.” Gumam Dinda.
“Hallo?? Dinda?” Fian melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Dinda.
“Eh, iya Fi.” Akhirnya Dinda sadar juga dari lamunannya.
“Lo kenapa kok tiba-tiba senyam-senyum gitu? Apa ada setan yang masuk iya?” tanya Fian yang buat Dinda ketawa.
“Ya nggak lah Fian. Lo ada-ada aja deh.” Jawab Dinda disela-sela tawanya sambil geleng-geleng.
“Terus?” Fian sambil masang wajah nyerah gitu ke Dinda.
“Ada bule cakep lewat. Pokoknya mukanya itu indo banget. Ganteng dah! Kayak Mischa.” Dinda langsung nyerocos aja pas ditanya sama Fian.
“Ah, nggak seru lo. Doyannya bule. Gue mah kagak. Sorry aja ya.” Fian sambil membaca majalah yang dibelinya pas berhenti sarapan tadi di daerah Solo.
Dinda hanya dapat diam sambil memandang kosong ke arah luar jendela. Mana tahu si Mr. Bule lewat lagi gitu. Dinda pun akhirnya mengikuti semua teman-temannya. Maklum, mereka sekarang udah sampe di Kraton Jogja. Dinda turun setelah Fian yang dari tadi sibuk nyari cardigansnya. Kata dia sih di luar lagi panas, ntar takut hitam.
“Din, lo tadi nggak ngambil tiket buat kamera digital lo?” tanya Fian ke Dinda sambil berjalan mengikuti tour guide lokal mereka.
“Nggak. Uang seribu itu bisa buat bayar parkir.” Jawab Dinda sambil menjepretkan kameranya ke sudut kraton itu.
“Dasar lo, Din. Apa-apa nggak mau ambil ruginya.” Protes Fian.
“Ye...dimana-mana itu ambil untung, bukan rugi. Artis aja namanya Arie Untung, bukan Arie Rugi.” Sela Dinda sambil sedikit tertawa.
“Whatever!” lalu Fian gabung sama anak-anak lain.
“Yah, ngambek.” Kata Dinda sambil menyusul rombongan dari sekolahnya.
Setelah mereka dijelasin satu persatu tentang kraton, akhirnya boleh foto-foto juga. Dinda dan Fian yang emang hobi foto-foto langsung ambil ancang-ancanh pose-pose, dan kamera siap membidik mereka. Tiba-tiba, seseorang menabrak Dinda dari belakang, yang buat Dinda mau nggak mau harus berbalik juga melihat siapa orang itu.
“Sorry.” Seru cowok bule yang tadi dilihat Dinda.
“Oh, ya. No problem.” Jawab Dinda sambil menatap bule itu.
Dinda menatap bule itu sampai bule itu menghilang dari hadapannya. Teman-temannya yang menyadari kejadian itu langsung nyamperin Dinda. Dinda sih nggak mau komen (kayak artis aja).
* * *
“Fi, beli es cendol yuk!” ajak Dinda sambil menggeret Fian.
“Mang! Cendolnya 2 ya!” teriak Dinda diantara teman-temannya yang ikut ngantri beli cendol itu.
Dinda diam-diam mengeluarkan kamera digitalnya dan memotret ke sebuah sudut halaman kraton itu. Nggak lama, pesanan mereka jadi juga. Dinda langsung bayar es itu dan cabut dari tempat itu.
“Din, kok lo tumben sih ngajak gue cepet-cepet gini. Biasanya kan lo yang ngebet pengen belanja inilah, itulah.” Fian sambil mengimbangi Dinda menuju Bus mereka yang diparkir agak jauh dari pintu masuk.
“Gue lagi tobat.” Jawab Dinda singkat. Fian hanya diam mendengar jawaban temannya itu.
* * *
Bus mereka memasuki areal malioboro. Tempat yang sangat terkenal di Jogja itu dengan wisata belanjanya. Dinda mengeluarkan dompetnya dan mulai menghitung uangnya yang tersisa.
“Baik, sekarang kita akan ke malioboro. Dan tolong diingat kita parkir di jalan Abu Bakar Ali.” Ingat pemandu tur mereka.
Dinda memasukan dompetnya lagi kedalam tasnya dan berdiri untuk mengantri keluar dari dalam bus dan biar cepet ke malioboronya. Dinda dan Fian langsung menuju jalan Malioboro yang udah padat banget. yap, malam ini adalah malam tahun baru. So, nggak salah kalo jalan Malioboro sekarang padat banget, lebih padet dari jalan-jalan yang lain mungkin.
“Din, lo beneran mau belanaja lagi?” tanya Fian sambil mengikuti Dinda yang asyik menerobos padatnya pengunjung di Malioboro.
“Yakin lah.” Jawab Dinda.
“Tapi jangan lama-lama. Gue udah gak tahan nih, Din.” Sahut Fian.
“Tenang aja, Fi.” Dinda lalu berbelok ke sebuah lapak pedagang aksesoris seperti gelang dan sebagainya.
* * *
Dinda dan Fian berjalan menyusuri jalan Abu Bakar Ali mencari bus mereka. Fian yang udah nggak ketahan dia langsung aja ninggalin Dinda sendiri dibelakang. Dinda berjalan pelan sambil mengecek barang belanjaannya tadi.
Dinda yang lagi asyik menjadi shopaholic dadakan dan melihat-lihat hasil buruannya tadi. Dinda sih puas aja melihat pilihannya tadi. Tiba-tiba langkahnya berhenti ketika melihat ada sepasang kaki dihadapannya.
“Sorry, kamu perempuan yang tadi di kraton kan?” tanya orang itu dengan bahasa Indonesia yang nggak ada cacat sama sekali.
“Ya.” jawab Dinda sambil melihat siapa orang itu. Dinda kaget sekali ketika melihat orang itu ternyata bule tadi.
“Maaf ya buat yang tadi. Aku Daniel.” Bule itu sambil menyodorkan tangannya tanda berjabat tangan.
“Aku Dinda.” Dinda membalas uluran tangan bule itu.
Terdengar suara gaduh dari belakang mereka, dan diantara teman-teman Dinda terlihat Fian yang cengengesan melihat keberuntungan temannya itu. Ternyata semua isi bus melihat kejadian itu (pendamping mereka untungnya nggak lihat). Wajah Dinda langsung memerah semerah baju yang dikenakannya saat itu. Dinda pun mengajak Daniel untuk berkenalan dengan teman-temannya. Dan mungkin itu pertama kalinya buat Dinda mendapat kemanjuan berlipat ganda dalam satu hari.
040110


Put your cbox or fibox here. Maximum width 240px :)
Template : 


MR.BULE